Saturday, August 12, 2017

Batu Bata yang Cacat

Ceritanya, ada seorang bapak kuli bangunan. Dia hidup seadanya, dengan nafkah yang ia dapatkan menyusun batu bata dan menempelkannya dengan semen. Alhamdulillah, penghasilannya cukup untuk membiayai keluarganya, dan ia hidup dengan kesederhanaan yang ia anggap cukup untuk menjalani hidup dengan bahagia. 

Suatu hari, ia mendapatkan pekerjaan untuk menyusun sebuah ruangan kecil, sekitar 4x4 meter untuk ekstensi sebuah rumah di pinggiran kota. Dia menyelesaikan dinding-dindingnya dengan baik, namun tentu tidak ada yang sempurna. Setelah dinding-dindingnya selesai disusun, ia mengajak anaknya untuk melihat pekerjaannya. Anaknya, seorang gadis yang teliti dan perfeksionis namun masih kecil dan sangat lugu, melihat sedikit cacat pada dinding yang ayahnya buat, seraya bertanya

"Ayah, apakah dinding ini bisa ayah bongkar lagi?"

"Mengapa ayah harus membongkar dinding ini, Nak? Bukankah ayah mengerjakan dinding ini dengan sepenuh hati?"

"Benar Yah, tapi aku batu bata yang itu agak miring. Itu sangat tidak enak dilihat", sambil menunjuk ke arah batu bata yang dimaksud.

Sambil tertawa, ayahnya merangkul gadis tersebut dan berkata

"Gadisku yang manis, ayah paham mengapa kamu berpikir seperti itu. Memang, ayah pun sedari tadi melihat batu bata yang miring itu"

Gadisnya menjawab,

"Lalu mengapa ayah tidak membongkar dinding itu? Setidaknya ayah bisa membongkar beberapa batu di atasnya, sehingga tidak terlalu merepotkan, bukan?"

Si bapak itu merasa senang dengan ketelitian anaknya. Namun, bapak itu menjawab dengan penuh kebahagiaan,

"Benar nak, ayah memang terganggu dengan batu bata yang satu itu. Namun, cobalah lihat sekelilingmu."

Gadisnya pun bingung dengan apa yang ayahnya maksudkan, karena tidak ada apapun yang spesial dengan batu bata lain di sekitarnya. Sebelum sempat bertanya, ayahnya menjelaskan

"Tidak terlihat spesial, bukan? Namun, dinding ini bisa ayah lihat sebagai sebuah dinding yang sempurna.

"Ayah melihat dinding ini sebagai kesempurnaan, karena menurut ayah kesempurnaan bukanlah sesuatu yang benar-benar bersih, tanpa cacat. Kesempurnaan semacam itu hanya milik Allah, ingatlah itu nak.

"Lihat sekali lagi dinding sekitarmu. Ketika ayah melihat batu bata miring itu, ayah bukan berpikir tentang sebuah kecacatan yang merusak keindahan ruangan ini. Sebaliknya, ayah melihat lebih dari lima ratus batu bata yang tersusun rapi, tanpa cacat sedikitpun."

Gadis itu pun tersadar, bahwa memang semua batu bata lain tersusun dengan sempurna, tanpa miring sedikitpun.

"Ruangan ini seperti manusia pada umumnya, dan kamu pun melihat dinding ini seperti orang lain pada umumnya. Ketika orang membicarakan orang lain, mereka cenderung fokus akan hal-hal yang jelek, yang tidak sempurna, yang cacat. Padahal, ketika mereka mengenal orangnya dengan lebih baik lagi, mereka akan mengenal bahwa manusia itu disusun oleh banyak sifat yang sangat, sangat dinamis, antara baik dan buruk.

"Maksud ayah adalah, kelak di hidupmu nanti akan ada banyak orang yang menyalahkanmu, yang membicarakan tentang kejelekanmu di depan orang lain, dan mungkin itu akan mengganggu kedamaianmu. Pesan ayah hanyalah satu, yaitu bahwa itulah sifat manusia pada umumnya. Mungkin tahi lalat pada wajahmu akan ditertawakan oleh teman sekelasmu, tapi sadarlah bahwa rambut hitam panjangmu sangatlah indah untuk dilihat, mata coklatmu bersinar walaupun malam gelap, dan senyummu pun menyala seperti halnya mawar merah yang merekah"

Sambil tersipu malu, gadis itu tetap mendengarkan

"Dinding ini memang tidak sempurna, iya, apabila konsep kesempurnaan itu ialah hal yang tanpa cacat. Namun, kesempurnaan seorang manusia bukan dilihat dari seberapa banyak kejelekannya dibandingkan dengan kebaikannya, namun dengan segala hal yang bisa orang itu perbuat dengan apa yang ia punya. Dinding ini, dengan kecacatan batu bata yang satu ini tetap akan berdiri tegak, mungkin sampai lima puluh tahun lagi, dan tidak akan berbeda dengan apabila dinding ini benar benar seratus persen tanpa cacat. 

"Maka dari situlah harusnya kamu melihat sebuah kesempurnaan, nak. Janganlah lihat satu batu bata jelek di dalam orang lain, namun lihatlah 499 batu bata lainnya yang tersusun rapi, yang bekerja bersama satu sama lain menghasilkan seorang yang berhati mulia. Sadarilah pula bahwa dirimu sendiri pun memiliki satu atau beberapa batu bata yang miring. Ketahuilah batu bata mana saja yang cacat, dan daripada fokus memperbaiki batu bata itu dan meresikokan miringnya batu bata lain ketika kamu merubuhkan dindingmu, berperilakulah sebaik mungkin dan gunakanlah semua batu bata lurusmu untuk berguna untuk orang lain dan beribadah kepada Allah SWT. Ketika itulah, kamu akan benar-benar bisa bahagia dalam kondisi apapun"

--

Diambil dari cerita apa yak, lupa judulnya, dari buku "Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya", dengan (banyak) perubahan karena lupa juga katakata aslinya harusnya gimana. Buku karya Ajahn Brahm




PM, 12 Agustus 2017
Ketika bisa tidur dengan nyenyak saat ia kesakitan memperjuangkan nyawanya

No comments:

Post a Comment